PENGERTIAN HIJAB DALAM ISLAM
Yang
dimaksud dengan Hijab disini adalah penghalang seseorang dalam proses mencari
dan memahami serta menangkap makna kemurnian dan kebenaran agama secara lahir
dan bathin dalam tujuan mendekatkan diri sedekat-dekatnya pada Allah. Untuk
lebih jelas tentang makna dan hakekat dari hijab, dibawah ini akan diuraikan
secara singkat.
1. Hijab
Lahir dan Hijab Bathin
Hijab dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
hijab lahir dan hijab bathin. Hijab lahir adalah penghalang seseorang dalam
memahami aspek-aspek ajaran lahir dari agama. Sedangkan hijab bathin adalah
penghalang dalam memahami aspek-aspek bathin (qalbu) dari agama. Seseorang yang
masih terhijab, maka ia tidak akan mengerti tentang hakekat dari sendi-sendi
ajaran agama yang dianut. Bila seseorang masih diliputi hijab dan berpura-pura
mengerti tentang hakekat sendi-sendi agama, maka orang itu dikatakan ‘melihat
tetapi buta’. Bila ia bertindak atas dasar agama, maka tindakannya dianggap
suatu kekeliruan. Hanya orang yang terbuka hijabnya yang sangat berhati-hati
dalam menafisrkan dan menterjemahkan ajaran-ajaran agama sehingga ia dapat
berlindung dari keinginan untuk menjualkan agama.
2. Pembuka
Hijab
Karena
hijab terbagi dua macam, maka pembuka hijab pun dapat digolongkan menjadi dua
cara pula:
a. Membuka
Hijab Lahir
Untuk
membuka hijab lahir (membuka pemahaman secara sempurna tentang dimensi lahir
dari ajaran agama), caranya adalah dengan mempelajari dan mengamalkan seluk
beluk semua perintah Allah yang dituangkan dalam rukun Islam. Jika seseorang
telah mampu menjalan semua rukun Islam (dapat bersyahadat, sholat, puasa, zakat
dan naik haji jika mampu), maka secara lahiriyah dapat dikatakan telah membuka
hijab lahir. Maksudnya, secara lahir ia telah diakui sebagai pemeluk agama Islam
yang baik. Sebagai tahap awal dalam memahami ajaran Islam, seseorang harus
membuka terlebih dahulu hijab lahir. Sebab terbukan hijab lahir akan
mempercepat proses untuk membuka hijab bathin. Ada syarat-syarat khusus yang
membantu seseorang membuka hijab lahir, yaitu tidak melanggar larangan Allah,
baik yang berkaitan dengan urusan muamalah, maupun urusan pribadi.
b. Membuka
Hijab Bathin
Membuka hijab bathin disamping melakukan semua cara
alam membuka hijab lahir, juga disertai dengan cara-cara lain. Secara garis
besar, cara-cara itu dapat dilakukan dengan banyak membaca Al-Qur’an, dzikir,
do’a dan amal-amal sholeh. Bacaan Al-Qur’an dapat dijadikan alat untuk membuka
hijab bathin, begitu pula dengan dzikir. Berlainan dengan do’a-do’a. Do’a-do’a
yang berkaitan dengan urusan duniawi kurang tepat digunakan. Do’a yang cocok
dan tepat adalah do’a-do’a yang berkaitan dengan kebahagiaan akhirat. Adapun
perbuatan amal sholeh, ini hanyalah sebagai suatu kekuatan pendorong untuk
memperkuat niat agar tidak putus asa dalam proses membuka hijab.
3. Proses
Membuka Hijab
Untuk membuka hijab lahir, maka seseorang harus
membiasakan diri secara istiqamah (kontinyu). Tidak perlu bertele-tele, cukup
hanya belajar seperlunya kemudian mempraktekkan langsung baik secara sendirian
maupun secara berjamaah. Bila seseorang sudah mengetahui seluk beluk syarat dan
rukun dari semua rukun Islam, maka saat itu ia dapat langsung membuka hijab
lahir. Ia akan menemukan ketenangan dengan berkat istiqamah yang telah
dilakukan. Berlainan dengan proses pembuka hijab bathin. Tidak ada yang lebih
sulit dari perjalanan mencari hakekat kebenaran agama terkecuali membuka hijab
bathin. Dan tidak semua orang berkeinginan untuk melakukan dan merasakan hal
itu, bahkan ada yang tidak mengerti sama sekali. Selama ini orang-orang hanya
memahami hijab bathin hanya sebatas merasakan kenikmatan dari hajab lahir. Bila
dengan sholat dan puasa ia telah merasakan ketenangan, maka ia merasakan sudah
masuk dimensi bathin. Atau bila seseorang sudah dianugerahi dapat melihat jin
atau syetan, ia sudah menganggap masuk ke alam bathin. Padahal semua itu ada;ah
‘semu’ bukan bathin yang sesungguhnya. Bila orang menganggap semua itu
dinamakan alam bathin, maka dapat dikategorikan orang ‘dusta’, yaitu orang
sadar dalam keadaan tidak sadar. Terbukanya hijab bathin tidak identik dengan
melihat jin, syetan atau merasa konsentrasi di saat sholat atau dzikir. Tanda
terbukan hijab bathin adalah bila seseorang dapat menikmati kesmepurnaan
kenikmatan dari hakekat bathin itu sendiri. Terbuka hijab tahin adalah ternukan
dari segala teka-teki tentang hakekat alam diluar dirinya atau di luar alam
dzohir. Oleh karena itu, proses untuk mencapai kepada terbukanya hijab bathin
seseorang harus mempunyai tingkat keyakinan yang tinggi pada Allah. Orang yang
tidak yakin terhadap atau kurang beriman kepada hal-hal yang ghaib, maka sangat
mustahil dapat terbukanya hijab bathin. Tahapan untuk menuju terbuka hujab
bathin dimulai dengan pemusatan perasaan pada suatu tujuan yaitu Allah. Bila
konsentrasi penuh telah dicapai, maka hati akan luluh dan bergetar, akan dan
perasaan akan lebur menjadi satu dan lenyap, tapi eksistensi diri masih bisa
dirasakan dan dikuasai, sadar bahwa ia sedang menghadap Allah. Begitu hati
luluh dan lebur, maka akan muncul penghayatan mendalam. Saat itu seseorang akan
berkata: “Oh, inilah yang sesungguhnya kenikmatan yang sulit untuk dilukiskan
dengan kata-kata dan sulit untuk digambarkan dalam kenyataan”. Suatu titalitas
kesadaran pada alam yang berbeda dengan alam dzohir. Disaat kembali kea lam
kesadaran semula, dimana akal sudah berfungsi kembali, ia hanya bisa berucap:
“Alam dzohir hanyalah semu semata”.\
- Penghalang
Hijab
Untuk menuju proses terbukanya hijab
tidak semudah apa yang dibayangkan oleh para ahli bathin atau ahli syariat. Sebab
terbukanya hijab tidak sama dengan gambaran bathin sebagaimana yang diterangkan
oleh sementara orang. Seseorang yang sudah terbuka hijab bathinnya, niscaya
akan sulit untuk menguraikan dimensi bathin itu sendiri. Oleh karena itu,
banyak sekali penghalang untuk dapat masuk ke dimensi bathin itu. Meskipun
dalam beberapa kitab tasawuf telah menjelaskan yang ada, belum dapat
menyimpulkan sebuah kesimpulan yang sempurna dan memuaskan. Namun bila
dicermati secara garis besar, penghalang hijab itu dapat digolongkan menjadi
empat macam:
a. Larut
dalam Kenikmatan Dunia
Seseorang tidak akan mencapai terbukanya
hijab bathin kalau dirinya masih dikuasi oleh segala kenikmatan dunia. Harta,
pangkat, kedudukan dan martabat masih menguasai hati sehingga bathin terbungkus
oleh hawa nafsu keduniaan. Bagaimana mungkin ia akan berbicara masalah hijab
bathin kalau dirinya masih dikuasai oleh hal-hal yang lahir. Ini tidak berarti
bahwa seorang yang kebetulan mempunyai pangkat, harta, kedudukan dan martabat
tidak dapat mencapai terbuka hijab bathin. Yang dimaksud di sini adalah apabila
hantinya tidak dapat menguasai apa yang ada pada dirinya. Atau dengan kata lain
harta, pangkat dan kedudukan mengendalikan dirinya, bukan sebaliknya. Karena
itu, tergantung pada diri masing-masing. Tergantung pada berharga mana antara
harta, pangkat, martabat dan kedudukan dengan jiwa dan qalbunya. Bila
menganggap bahwa hanya jauh melebih berharga dari apa yang dimilikinya, maka
niscaya ia akan dapat mencapai terbukanya hijab bathin. Satu hal yang terpenting
adalah dapat mengendalikan diri dari semua pengaruh yang berdimensi duniawi.
Seharusnya berprinsiplah secara arif dengan pemahaman bahwa: “Aku memiliki
tetapi tidak merasa memiliki”. “Aku kaya tapi bukan milikku”, “Aku berpangkat
hanya sekedar amanah”, “Aku bermartabat tapi diriku masih penuh kekurangan”.
Dan sebagainya.
b. Ilusi
dan Khayalan
Adalah sangat mustahil seseorang akan
berbicara tentang terbukannya bathin kalau dia sendiri masih terpengaruh hawa
nafsu dengan ilusi dan khayalan. Banyak orang berlagak sok tahu tentang masalah
hijab bathin dengan mengobralkan omongan sudah bisa melihat alam ghaib seperti
jin, malaikat dan roh-roh para nabi, ulama atau wali. Obralan omongan seperti
itu hanyalah khayalan atau ilusi, dan pertanda ia sedang menderita penyakit
bathin. Meskipun apa yang ia lihat itu benar adanya, tapi itu bukan alam bathin
sesungguhnya. Itu hanyalah sebuah rerantingan belaka, yang merupakan godaan
dari tipu muslihat syetan. Karena itu, seseorang yang benar-benar ingin
menikmati alam bathin yang sesungguhnya hendaklah khayalan atau ilusi semacam
iyu dibuang, dianggap sebagai selingan bukan tujuan utama dari alam bathin itu
sendiri. Perlu diwaspadai, seharusnya berhati-hati dengan orang yang terlalu
banyak berkhayal masuk ke alam bathin, karena sering kali apa yang dikhayalkan
itu memporak-porandakan keyakinan (tauhid). Ketauhilah: “seseorang yang sudah
mencapai ke alam bathin, maka niscaya ia tidak akan membuka apa rahasia dirinya
dengan Tuhan”. Jika seseorang membuka dan mengobralkan omongan, maka pertanda
yang dialaminya itu adalah palsu, bukan alam bathin yang sesungguhnya.
c. Dominasi
Akal
Disamping ilusi dan khayalan, dominiasi
akal yang berlebihan juga menjadi penghalang terbukanya hijab bathin. Akal
memang merupakan rahmat dari Allah s.w.t., tetapi wilayah kerja akal hanya
terbatas pada obyek lahir, yaitu hal-hal yang nampak yang terdapat di alam
nyata. Akal tidak mungkin dapat menjangkau alam bathin. Jika ada kaum rasional
membicarakan alam bathin atau tasawuf, maka itu pelacuran terhadap akal
sendiri. Jika ia mencoba untuk menerangkan tentang perilaku orang ahli bathin,
maka ia dholim terhadap akalnya sendiri. Maka bagi orang yang ingin menuju
terbukanya hijab bathin, upayakan agar akal dihentikan, fungsikan jiwa,
perasaan atau hati semaksimal mungkin. Bila jiwa, perasaan atau hati telah
mendominasi akal, maka jiwa dan perasaan tadi akan mengiring terbukan hijab
bathin.
d. Maksiat
Lahir dan Maksiat Bathin
Segala maksiat lahir seperti ingkat
menjalankan sholat, puasa, zakat atau melakukan sesuatu yang dilarang oleh
Allah s.w.t., maka menjadi penghalang untuk terbukanya hijab bathin. Seseorang
yang akan terjun menekuni alam bathin, maka ia diharuskan terlebih dahulu
melakukan perintah-perintah lahir sehingga memperoleh keyakinan, sebab jika
tidak, justru akan mengurangi kadar iman dan bahkan akan mengarah ke jalan
kemusyrikan. Jadi, yang terpenting jalankan perintah lahir atau upayakan jangan
berbuat maksiat. Disamping maksiat lahir, juga tidak melakukan maksiat bathin.
Sebab maksiat bathin membuat hati seseorang menjadi beku dan kotor. Kotornya
hati jauh lebih berbahaya dari kotornya jasad tubuh. Sebab kotornya hati
bersifat tersembunyi yang sulit diketahui oleh penderintanya. Sombong, riya’,
kufur, nifaq, dengki, dendam, buruk sangka dan sebagainya adalah maksiat bathin
yang harus dibersihkan dari perasaan danhati. Selama seseorang masih memiliki
sifat-sifat seperti itu, maka selama itu pula ia tidak akan mencapai terbukanya
hijab bathin.
Referensi
: http://nurulnandita.wordpress.com/pengertian-hijab-dalam-islam/